Langsung ke konten utama

Terima Kasih, Pak Dosen.


Malam ini, jl. Kaliurang hujan. Hanya rintik, tetapi lama. Awet.
Sama seperti tangis kerabat melepas kepergian Bapak.

Tiga setengah tahun ternyata bukan waktu yang lama ya, Pak. Rasanya cepat sekali.
Sepertinya baru kemarin Bapak sering jadikan saya 'bahan' ketika di kelas.
Sepertinya, belum lama meja kerja bapak harus penuh tisyu karena cerita dan tangis saya.

Ah iya, beberapa minggu yang lalu kita masih sempat bicarakan cita-cita di tengah bimbingan skripsi.
Seingat saya, belum lama juga Bapak bilang, "Kampus ini butuh perempuan struggle. Tumbuhlah, karena kamu mampu. Perjuangkan."

Saya tak cukup mampu menangis di hadapan Bapak untuk terakhir kalinya. Rabu kemarin, Bapak bilang, "Ngapain nangis? Enggak usah nangis."
Semangat optimisme adalah satu-satunya alasan senyum ini masih mengembang di hadapan Bapak, beberapa jam yang lalu.

Walau masih sering bertemu, tapi beberapa kali kita pernah saling berpamitan. Waktu itu saya ingat betul, saya pamit pada Bapak karena sudah tak ada kuliah lagi. Tetapi Bapak bilang, "Belajar sama saya enggak harus di kelas aja." Dan pertemuan-pertemuan selanjutnya memang tetap menjadi 'ruang belajar'. Terima kasih, Pak.

Oh ya, waktu kita ada project bareng, Bapak harus menjemput narasumber. Malam itu Bapak bilang sedang tak sehat, tetapi besoknya, pagi-pagi betul Bapak sudah datang dengan nampak sehat. Perjuangan ya, Pak.

Terima kasih untuk segala celotehan yang sering menggelikan walau kadang jadi gagal bercanda. Hehe.

Saya ingat betul Bapak pernah bertanya, "Mbak, pernah nggak waktu ketemu dengan teman lelaki, lalu dia bilang rusuknya sakit?", saya cuman menggeleng.

Lalu Bapak jawab, "Berarti bukan jodohmu. Kalau ada lelaki yang rusuknya sakit waktu ketemu kamu, berarti kamulah tulang rusuknya. Dia jodohmu."

Dengan agak bengong saya jawab, "Berarti nanti tiap ketemu lelaki saya harus nanya rusuknya sakit atau enggak ya, Pak?"

Kemudian tawa kita pecah.

Lalu, di suatu sore, saat tak sengaja berpapasan di lorong kampus, saya bertanya, "Lho, Bapak sudah pulang dari Baduy? Kok cepet?"

Lalu Bapak jawab, "Iya. Saya enggak mau lama-lama di sana. Enggak ada makhluk kayak kamu soalnya." Akhirnya saya hanya mematung, dan Bapak tertawa.

Maafkan segala kelancangan dalam segala interaksi. Maafkan, karena saya sering jadi 'tameng' bagi teman-teman, di hadapan Bapak.

Dini hari ini, diantara jutaan tetes gerimis dan air mata, tumpukan rasa terima kasih makin penuh.
Bapak, terima kasih sudah menjadi guru, ayah, pembimbing, partner kerja, dan pendengar.

Terima kasih untuk segala kepercayaan dan kesempatan yang kadang terlewatkan karena ego anak muda yang mendominasi.

Terima kasih untuk segala canda dan marah-marah yang tetap diakhiri tawa. Terima kasih untuk kerja sama yang penuh kerja keras.

Terima kasih sudah menjadi tauladan dan 'alarm' agar senantiasa lebih kuat. Terima kasih, Bapak. :)

Segala manfaat yang telah Bapak tebar adalah bekal menuju kebahagiaan yang kekal, di sisiNya.

Kampus perjuangan boleh kehilangan salah satu putra terbaiknya, tetapi semangatnya akan mengakar hingga bermunculan para penerusnya.

Terima kasih untuk segala ilmu yang penuh kasih.
Tenang di sana, Pak Dosen. :)

Komentar

  1. Allahummagfirlahu..... Selamat jalan Bapak Idrus, #DosenTerkeren, #DosenLuarbiasaFIAI...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...