Jum’at
lalu, tanggal 20 Januari 2017, kabar duka melingkupi UII. Muhammad Fadhli,
salah satu mahasiswa UII yang menjadi peserta The Great Camping (TGC) 37 yang
dilaksanakan oleh MAPALA UNISI, meninggal dunia. Kemudian menyusul dua peserta
lainnya, Syaits Asyam dan Ilham Nurpadmy Listia Adi.
Kabar
duka ini tentu bukan hanya membuat seluruh keluarga UII berduka, tetapi juga
terluka. Media lokal maupun nasional ramai memberitakan perkembangan kasus ini.
Lebih dahsyat lagi, yang membagikan beritanya juga tak kalah ramai. Timeline instagram, LINE, dan facebook,
penuh dengan berita yang dibagikan bukan hanya oleh masyarakat awam, tetapi
juga keluarga UII.
Barangkali
tidak sedikit yang merasa kecewa dan bertanya. Pertanyaan itu terus terlontar, sedangkan
UII masih terus berupaya menggali permasalahan yang terjadi. Dilaksanakan press
conference, diterbitkan pula pernyataan resmi dan update investigasi kasusnya.
Ini
bukan hanya duka bagi MAPALA UNISI, program studi dan fakultas yang kehilangan
mahasiswanya, dan rektorat UII saja. Ini adalah duka bagi kita semua yang masih
maupun pernah berada di bawah naungan UII.
Di
tengah ramainya berita, barangkali kita perlu mengingatkan diri lagi. Ternyata
ada yang tak kalah penting dari kondisi hari ini. Kita tidak boleh berjalan
masing-masing. Semuanya harus berdampingan dan pastikan bahwa tidak ada yang
berjuang sendirian. Termasuk Rektor dan jajarannya. Jangan biarkan seolah
berjuang sendiri sedangkan kita sibuk komentar, bertanya, kecewa, marah,
menuntut. Cukuplah media ramai dengan komentar khalayak umum yang tak jarang
membuat kita makin sedih. Namun, ada banyak orang yang harus kita kuatkan agar
proses ini tetap berjalan dengan baik dan kita tidak tumbang karena terpaan
benci dan luka.
Saya
lantas teringat sosok Dr. Ir. Harsoyo, M. Sc. Rektor UII yang akrab disapa Pak
Har ini sejak kemarin tidak pernah absen dari segala momen terkait kasus ini.
Press conference dihadiri, keluarga korban ditemui, konfirmasi diberikan, dan
yang tak kalah penting, beliau tetap seperti biasanya. Tetap menjadi Pak Har
yang gemar i’tikaf di Masjid Ulil Albab UII.
Sejak
kemarin, di tengah masih banyaknya mahasiswa dan alumni yang sibuk membagikan
berita, berkomentar, takut, dan lainnya, teman-teman yang menggawangi rektorat
pada khususnya, tidak berhenti saling menguatkan. Tiap berkomunikasi dengan
teman-teman di rektorat, tidak ada obrolan tentang komentar terhadap kasus. Tidak
ada pula obrolan yang isinya dugaan. Yang ada adalah refleksi dan kekuatan.
Hari
ini, jari memang menjadi sebuah kekuatan dalam mengakomodir pemberitaan. Semua tinggal
dibagikan. Semuanya dapat dibaca. Kekecawaan yang seolah memuncak tak boleh
dibiarkan membelenggu hingga menutup pintu kekuatan yang perlu dibangun
bersama. UII dibangun sejak puluhan tahun lalu dengan segala upaya dan tekad,
maka, hari ini kita perlu pastikan bahwa kita tidak tumbang.
Empati.
Barangkali satu kata itu yang perlu kita perdalam lagi maknanya. Merasakan yang
sedang dirasakan orang lain bukan hanya soal rasa, tetapi bagaimana kita
mengejawantahkannya. Segala kebaikan yang kita bangun selama ini harus kita
teruskan dengan lebih tenang dan arif dalam menghadapi kondisi sekarang. Jangan
biarkan Pak Rektor dan rektorat sendirian. Jangan pula biarkan diri kita
sendirian dalam sedih dan luka. Kita tahu ini bukan hal ringan dan singkat,
maka artinya kita juga tentu tahu bahwa makin banyak sumbu kekuatan yang harus
terus dihimpun.
Jangan
menjadi pihak yang seolah paling kecewa dan paling berhak marah. Ada keluarga
yang ditinggalkan yang tentu lebih berhak merasakan ini. Ada cara berempati yang harusnya kita jadikan prioritas. Kawal,
bagikan informasi valid yang memang perlu dibagikan, berdoa untuk korban yang meninggal dan sedang dirawat, berdoa agar tak ada lagi korban, dan yang
terpenting, jangan lupa saling menguatkan. Sebab kita UII.
Pernyataan resmi UII dan perkembangan investigasi dapat dibaca di www.uii.ac.id
Komentar
Posting Komentar