Langsung ke konten utama

Jomblo, The Real Rahmatan Lil 'Alamin

وما ارسلنتك الا رحمة للعالمين

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. 21:107)

Manusia diciptakan dengan bekal akal dan rasa. Kesadaran tuk peduli pada lingkungan sekitar adalah contoh sikap yang muncul karena merasa dibutuhkan. Pada konsep rahmatan lil 'alamin, posisi manusia harusnya tak hanya tentang tempat bergerak, tetapi kesadaran tuk bergerak. Praktisnya, konsep ini mengajak manusia menjadi makhluk sosial yang menebar manfaat di manapun berada, sejalan dengan konsep khairunnaas anfau'hum linnaas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama).

Menjadi rahmat untuk seluruh semesta alam adalah bentuk kepercayaan Sang Pencipta pada manusia. Menurut hemat penulis, jomblo adalah kelompok yang paling memiliki peluang untuk mengamalkan konsep tersebut. Mempersiapkan diri untuk bermanfaat bagi sesama agar menjadi rahmat membutuhkan keberanian untuk mau sedikit menggeser prioritas. Kita memilih untuk mendahulukan kepentingan umum dan tak sibuk memihak pada satu orang atau suatu hal apapun. Para jomblo, yang tentunya belum memprioritaskan seseorang untuk terus dipedulikan dan diperhatikan, akan lebih mudah menjalankan amanah sebagai makhluk sosial. Kita (iya, kita yang jomblo) dapat tumbuh menjadi manusia objektif yang mampu memetakan, mana yang membutuhkan kita? Mana yang harus kita bantu?

Keobjektifan ini muncul karena tidak adanya motivasi dan target yang menjadikan kita terus-terusan memihak pada seseorang saja. Tidak ada yang muncul hanya karena ingin terus diperhatikan (yang biasanya muncul dengan alibi untuk saling melengkapi. Preketek), tidak ada keterikatan yang dapat memunculkan rasa harus selalu ada yang sejatinya dapat merusak peran manusia di lingkungan sosial.

Rahmatan lil 'alamin dapat diaplikasikan dengan kaffah (totalitas), yaitu dengan memahami hubungan kehambaan kita pada Sang Maha Cinta. Sebagai jomblo kita tak hanya berpeluang tumbuh menjadi makhluk sosial yang utuh, tetapi juga belajar menjadi hamba yang menyadari 'sumbu' dari Cinta. Belum adanya ikatan dengan sesama manusia harusnya membawa kita melangkah untuk lebih dekat dengan Sang Maha Dekat dan Mendekatkan, karena belum ada tanggungjawab pada pendamping.

Lalu, kalau sudah meniqha, bagaimana peran kita sebagai hamba dan rahmatan lil 'alamin? Kan sudah punya pendamping yang diprioritaskan? Meen, meniqha itu bukan hanya mencari suami atau istri, tetapi mencari ayah atau ibu untuk anak-anak kita.

Para jomblo yang memilih memperluas pergaulan dan menebar kebermanfaatan ini akan sangat mahir mencari calon pendamping yang cocok, karena ia mempelajari tiap karakter orang. Para jomblo yang memilih menyiapkan diri untuk meniqha, adalah manusia-manusia yang memelihara peradaban agar menjadi manusia yang beradab. Ketika meniqha, kita tak akan lagi memprioritaskan bagaimana pendamping kita sibuk minta diperhatikan, ataupun sebaliknya. Sebab kita paham, meniqha itu jalan menemukan teman beribadah dan bergerak. Kalau sekarang kita bergerak dengan teman-teman, nantinya kita akan bergerak bersama teman hidup.

:)

*tulisan ini diilhami dari obrolan bersama Keluarga Maris alias Relawan TurunTangan se-Indonesia.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...