Langsung ke konten utama

Bapakku Polisi, dan Aku Bangga.



Bapakku Polisi, dan Aku Bangga.

            Tidak ada yang pernah tahu, saat orang-orang sibuk komentar tentang berita penembakan kepada polisi, ada beberapa anak yang hanya bisa menghela napas dan terus memanjatkan doa agar bapaknyanya tidak menjadi korban selanjutnya.
            Tidak ada yang pernah tahu, saat masyarakat berbicara tentang kesalahan oknum polisi, ada beberapa anak yang merasa terkucilkan karena selama ini hidup dari keringat polisi.
            Tidak ada yang pernah tahu, saat para muslim bersuka cita melaksanakan sholat Idul Fitri bersama keluarganya, ada beberapa anak yang sibuk berdoa, “Ya Allah, lindungi bapakku yang berjaga demi keamanan kota di hari yang fitri ini. Kuatkan dan sanggupkan.”
            Bahkan, tidak ada yang pernah tahu, saat masyarakat lain dapat dengan bebas berkomentar, di beberapa rumah, ada sosok bapak yang senantiasa mengingatkan, “jangan terlalu dengarkan apa yang orang bicarakan tentang profesi ayahmu. Selama ini kamu hidup dari seorang polisi, dan kamu lebih tahu bagaimana sosok polisi yang memimpinmu.”
            Sering ada titik air mata di sudut mata ketika berita buruk tentang polisi mulai menyebar. Bapakku selalu mengingatkan, bahwa kepercayaan kami sekeluarga kepadanya adalah bekal dan motivasi untuknya mengabdi dan menjadi seorang polisi.
            Selama hidupnya menjadi seorang polisi, bapakku begitu berjuang. Mulai dari pendidikan militer, hingga harus rela meninggalkan aku yang waktu itu masih kelas 1 MI untuk berpindah tugas di kota lain. Waktu itu, sebulan sekali aku, ibuku, dan adikku memilih mengunjungi ayah di kota tempat ayah bertugas.
            Dari bapakku, aku gemar menonton berita di televisi (walau kadang beritanya menyakitkan. Tidak jauh dari ulah polisi). Dari bapakku juga aku belajar bahwa kematangan seseorang dalam berkarier merupakan bekal utama agar tidak mudah puas dengan pencapaiannya.
            Jika kini banyak orang yang rela menghamburkan uang kemana-mana agar dapat masuk ke Akademi Kepolisian, kemudian nanti waktu menjadi polisi ia merasa puas (padahal belum melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan benar), artinya ia menganggap profesi polisi merupakan suatu hasil dan pencapaian. Bukan proses pengabdian.
            “itulah mengapa banyak oknum polisi yang terjerat kasus narkoba, seks bebas, dan kasus kriminal lainnya adalah polisi yang usianya masih muda. Tiga puluh tahunan, lah. Itu masih sangat awal. Perjalanan menjadi polisi masih sangat panjang, tetapi ia terlalu puas dengan ada yang dijalaninya. Makanya dia sok-sokan berperilaku seperti itu.” Bapakku pernah bilang begitu padaku.
            Kepindahan tempat bertugas menjadi hal biasa bagi para polisi. Sekarang, bapakku bertugas di Jepara. Tiap hari beliau harus nglaju Kudus-Jepara PP. Tiap aku pulang ke rumah, lalu bapakku berpamitan hendak pergi dinas, ada segelintir kekhawatiran dibalik “hati-hati dijalan, ya, Pak.”
            Mengapa? Karena perjalanan yang beliau tempuh tidak dekat dan aku takut terjadi sesuatu dengan beliau di jalan. Doa selalu menumpuk setelah beliau berangkat kerja, berharap beliau besok pulang ke rumah dalam keadaan sehat. Walaupun seringkali beliau pulang hanya untuk makan, mandi, dan istirahat sejenak, lalu pergi dinas lagi. Alhamdulillah sampai saat ini masih diberikan kesehatan, dan mohon doa agar selalu diberikan kesehatan.
            Aku sempat bertanya pada beliau, “Kenapa nggak minta pindah di Kudus aja? Biar dekat.”
            Lalu beliau menjawab, “Nggak apa-apa kerjanya agak jauh. Kan masih bisa pulang tiap hari. Daripada kerja di kota sendiri, lalu nanti banyak orang yang bermasalah dengan kasus kriminal datang ke rumah lalu meminta di bantu, padahal mereka salah? Nanti aku sibuk ngurusin mereka dan nggak fokus dengan tugasku.”
            Sejak saat itu, aku tidak pernah mengeluh dengan apa yang harus dijalani bapak. Pilihannya untuk tetap bertugas di kota tetangga semata-mata demi keadilan dan meminimalisir orang-orang yang sering bermasalah untuk mencari perlindungan.
            Sejak bapakku bilang seperti itu juga, aku yang dulu sering kesal karena tak bisa sholat idul fitri bersamanya, kini memaklumi ketika bapak hanya pulang setelah sholat idul fitri, makan bersama kami, sungkem, lalu berangkat dinas lagi.
            Aku yakin, masih banyak anak yang juga mati-matian menumbuhkan rasa percaya dan menghilangkan kekhawatiran tentang profesi bapaknya sebagai seorang polisi. Yang jelas, menjadi anak seorang polisi mengajarkanku kepercayaan dan kekuatan. Pasang telinga tebal mendengar apapun kata orang.

Komentar

  1. Hey, I'm very proud of you and your family. I was also born to a police family

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...