Halo, My Master. Dua
puluh enam bulan yang lalu, kita pertama kali bertemu di kota perantauan. Kamu tidak
perlu lagi menanyakan bagaimana perasaanku saat itu, karena jawabannya bisa
kamu lihat dan rasakan sekarang. Perasaan paling awet dari sekian perasaan yang
ada.
Terima kasih, karena
bagaimanapun keadaan kita sekarang, aku masih terus dan semakin belajar segala
hal yang sejak pertemuan itu aku pelajari darimu. Bukan tentang belajar
mencintai, tetapi belajar bagaimana mengisi cinta.
Terima kasih,
karena kenyataannya, sampai sekarang, cinta itu bukan hanya tentang bagaimana
menunjukkannya kepada orang yang kita cintai, tetapi juga pendewasaan diri.
Dulu, kupikir,
sabar itu selalu ada batasnya, dan ketika batasnya sudah kita lewati, maka kita
akan pergi. Nyatanya, sekarang aku masih saja belajar menjadi orang yang
semakin sabar. Berkat siapa? Berkat kita. Aku dan kamu.
Terlalu banyak
ingatan dan perasaan yang masih tersimpan sejak dua puluh enam bulan yang lalu.
Waktu kamu menyerahkan mawar putih di tengah jalan, waktu kita sama-sama
mensyukuri karena memiliki waktu diskusi sebelum tidur dari tempat tinggal masing-masing.
Satu hal terpenting, sampai saat ini aku bersyukur dan yakin dengan orang yang
selalu menyertakan Tuhan ketika berhubungan dengan orang lain.
Apa yang sedang
dijalani sekarang jelas berbeda dengan yang kita jalani di masa lalu. Berkali-kali
aku pernah katakan kepadamu, jangan pernah menanyakan bagaimana perasaanku
karena sesungguhnya kamu sudah tahu jawabannya.
Seringkali aku
memilih menyimpan apa yang aku rasakan sendiri, karena aku belajar sabar dan
yakin dari situ. Aku tidak tahu pasti apa yang sedang kamu lakukan sekarang,
tetapi aku selalu yakin bahwa itu demi masa depan.
Dari dulu aku
sering tak habis pikir dengan perasaanku sendiri. Ini pernah aku sampaikan
kepadamu, jika kamu ingat. Aku terlalu takut melihatmu dengan perempuan lain. Aku
tahu, ini perasaan yang terlalu egois. Maka dari itu aku mati-matian
menyimpannya dalam hati.
Tetapi di balik
rasa takut itu, tetap ada keyakinan bahwa kalaupun kamu akhirnya memilih orang
lain, kamu tidak akan salah pilih.
Aku tidak ingin
terlalu membicarakan kekecewaanku, karena aku lebih takut kamu kecewa. Setiap aku
merasa kecewa, perasaan itu selalu langsung tertutupi dengan keyakinan. Yakin denganmu
adalah hal utama yang luar biasa dampaknya. Keyakinan itu membuat aku tidak
khawatir dengan apapun yang sedang kamu lakukan. Keyakinan itu membuat aku
semakin belajar sabar dan menikmati segala rasa rindu yang seringkali harus
dikesampingkan.
Biar saja kamu
tidak tahu betapa aku rindu. Biar saja aku tidak tahu betapa kamu rindu. Terima
kasih, karena berkat keadaan itu aku belajar bahwa Tuhanpun punya andil besar
dalam menyatakan rindu. Rasa rindu yang seringkali di balut kekhawatiran,
tertutup karena segala doa yang terpanjat, dan kepercayaan bahwa Tuhan
melindungimu dimanapun kamu, dan Tuhan akan selalu mengingatkanmu ketika kamu
dihadapkan pada hal yang mungkar.
Lakukan apapun
yang ingin kamu lakukan sekarang. Sekali lagi, aku yakin, itu demi masa depan.
Entah masa depanmu sendiri atau masa depan kita. Aku tidak mau terlalu menebak
bagaimana kita nanti.
Nyatanya, hingga
detik ini, perasaanku tetap sama seperti dua puluh enam bulan yang lalu. Jangan
pernah pertanyakan mengapa aku tidak pernah berubah sikap kepadamu. Karena jawabannya,
aku mencintaimu detik ini, sama seperti saat aku merasakan cinta dua puluh enam
yang lalu.
-Salam lesung pipit kanan-
iseng buka dan baru baca..
BalasHapuskereen.. sesungguhnya cinta dalam diam itu lebih romantis ketimbang cinta yang diumbar. :D saat ini yang bisa dilakukan hanya terus berdoa dan memantaskan diri. hahaha :D