Langsung ke konten utama

Galau, (Gejolak Rasa Bukti Kepercayaan-Nya).



            Beberapa tahun terakhir, kata “galau” masih saja populer. Galau adalah kata lain dari kegelisahan. Pada awal ngetrennya kata ini, kita sering menghubungannya dengan masalah percintaan remaja. Bingung pilih dia atau dia, bingung mau tetap bersamanya atau meninggalkannya, atau milih jomblo aja. Namun, hari ini, makna galau mulai meluas. Galau memilih jurusan untuk kuliah, galau memilih tempat tinggal, hingga galau memikirkan hal yang sebetulnya tak perlu digalaukan. Makin ke sini, orang makin kreatif dalam menggunakan kata galau. Sayangnya, kata galau masih sering bermakna negatif dan bersifat kemanusiaan saja, tanpa dihubungkan kehambaan kita pada Allah.
            Segala nikmat yang diberikan Allah pada kita adalah bentuk kepercayaanNya, bahwa kita dapat menjaga dan memergunakannya dengan bijak. Hal ini sebetulnya berlaku juga pada kegalauan. Allah sering menghadapkan kita pada keadaan galau, bukan agar kita mudah bersedih lalu memilih berhenti melangkah. Kegalauan yang sering kita hadapi adalah bukti bahwa Allah percaya kita dapat memaksimalkan akal dan perasaan dalam memilih sesuatu. Kenapa ada unsur perasaan?
            Tak sedikit orang yang merasa belum merdeka ketika ia memilih sesuatu hanya berdasarkan akal dan mengesampingkan perasaan. Beberapa orang yang awalnya memperjuangkan sebuah pekerjaan karena berpikir jaminan karier dan pengalaman yang pasti bagus, justru akhirnya memilih mundur karena merasa tak bahagia. Perasaannya belum merdeka. Saat galau, Allah sedang mengingatkan kita bahwa kunci dalam melakukan sesuatu ada pada ketenangan hati, bukan hanya kematangan pemikiran.
Istafti nasfka. Istafti qalbaka, al birr ma ithma’anna ilaihi l-nafs wa athma’anna ilaihi l-qalb wa l-ismu mahaka fi l-nafs wa taraddad fi l-shudur. 
"Mintalah fatwa pada dirimu.
Mintalah fatwa pada hatimu. Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.” Hadits Riwayat Ahmad dan Al Darimi.
            Dari hadits tersebut, mestinya kita belajar untuk menilai kegalauan dari sisi ‘kanan’. Munculnya kegalauan adalah pengingat bahwa kita harus belajar lebih dewasa dalam menentukan pilihan. Menjemput takdir, bukan hanya menunggunya. Mengapa ada istilah menjemput takdir? Ini adalah ajakan Allah pada hambaNya untuk mengoptimalkan fungsi akal dan hati. Diciptakannya segumpal darah yang begitu sensitif yang bernama hati itu adalah bukti kelembutan Allah. Berserah pada Allah, artinya menyertakan Allah dalam tiap langkah dan keputusan. Bukan malah takut menentukan pilihan.
            Galau harusnya menjadi pemicu bertambahnya rasa syukur. Jika dalam hidup kita tak pernah merasakan galau, artinya kita tak pernah berupaya untuk bergerak dan lebih dewasa dalam menyikapi suatu hal. Jangan sia-siakan rasa galau menjadi perasaan yang berlalu begitu saja. Rasa galau harus dilanjutkan dengan tekad menyadari posisi diri sebagai makhluk berakal dan berperasaan.
Salah satu parameter keberhasilan kita menghadapi kegalauan adalah jika muncul kebahagiaan dan kedamaian, sebagai simbol cinta serta kerinduan pada Allah. Kebahagiaan dan kedamaian itu, nantinya akan melahirkan ketenangan, keberserahan, kesabaran, dan keteguhan. Satu dengan lainnya akan saling melengkapi. Berbahagialah karena galau. Allah mempercayaimu untuk memilih, dan perjuangan penuh cintaNya ada dalam genggamanmu.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. aku selalu nunggu postingan terbarumu :).
    meski kadang kamu ga tau....

    BalasHapus
  3. Makasih banyak, Broooh... semoga bermanfaat dan ndak bosen yaa :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...