Langsung ke konten utama

MerasakanNya.

Allah menciptakan satu mulut dan dua telinga. Jika boleh menafsirkan dengan rasa, mungkin Allah ingin kita lebih banyak mendengar daripada berbicara.

Makin hari pelajaran ini makin nyata. Hari ini, saya bertemu dengan banyak orang luar biasa, salah satunya Bang Ridwan (saya panggil 'Bang' karena beliau adalah alumni PAI UII, sama seperti saya). Saya selalu senang dan berkacakaca jika bertemu orang yang setipe dengan Bang Ridwan ini. Orang hebat yang tak lelah belajar.

Dalam sebuah training tadi pagi, Bang Ridwan banyak mengingatkan saya tentang kedudukan manusia, dan kedudukan agama dalam diri manusia. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, tetapi Allah mengajak kita untuk jangan merasa paling sempurna.

Sesungguhnya kesempurnaan manusia adalah kala ia menjalankan agama dengan pendekatan rasa. Kita mungkin sudah paham apa arti taqwa, kita juga bisa berpikir untuk memilih yang baik dan buruk. Namun, sedalam apa kita memaknainya? Se-bergantung apa kita pada Allah? Jika kita sudah cukup paham bahwa rasa itu munculnya tak terduga, maka sesungguhnya kecintaan pada agama harus dibangun dengan detail. Implementasi kecintaan tersebut bukan hanya pada sesering apa kita beribadah pada Allah, tetapi juga sebaik apa kita berinteraksi dengan para makhluk Allah.

Dalam dunia akademik, gelar adalah penentu 'jalan'. Proses akademik ini juga perlu dilewati dengan pendekatan rasa. Pemahaman yang didapatkan, apakah betul dipahami, diaplikasikan, lalu disyukuri dan dijadikan bahan muhasabah? Atau hanya numpang lewat? Menjadi manusia yang rahmatan lil 'alamin itu sesungguhnya bukan hanya pada saat kita berbagi manfaat di manapun, tetapi juga saat kita mau belajar di manapun.

Kemauan belajar adalah salah satu kunci agar menghindari kesombongan intelektual yang akan menghancurkan peran sosial manusia. Imam Syafi'i pernah berkata bahwa makin orang mau belajar, maka ia akan makin menyadari bahwa masih banyak hal yang belum ia tahu. Jika kita mau mendalami dan menjalankan agama dengan pendekatan rasa, hal ini akan kita rasakan juga.

Nah, belajar ini maksudnya belajar tentang apa, ya? Di sini kita akan memahami kedudukan agama dalam diri manusia. Ibarat pesawat, ada waktunya take off, ada pula waktunya landing. Keduanya harus disiapkan oleh tiap penumpang agar proses penerbangan berjalan dengan baik. Begitupun dalam belajar. Katakanlah hidup itu take off dan mati itu landing. Yang patut kita pertanyakan, dari sekian hal yang telah kita pelajari, berapa banyak kita belajar 'take off' dan berapa banyak kita belajar 'landing'?

Pada hakikatnya, kematian adalah kepulangan. Selayaknya kita pulang ke rumah, seharusny kita akan bahagia. Posisi itu pula yang perlu kita ingat dalam mempelajari kematian. Sesungguhnya kematian adalah kepulangan padaNya. Maka persiapkanlah kepulangan kita dengan baik dan sukacita.

Persiapan yang senantiasa kita lakukan harusnya bukan hanya atasnama masa depan, tetapi demi 'kepulangan'. Kita takkan sampai pada fase ini jika menjalankan agama hanya sebagai sebuah tuntutan. Kecintaan pada agama tentu saja dapat diasah dengan tadarus al-qur'an.

Tadarus berasal dari kata درس yang artinya belajar. Maka sesungguhnya tadarus berbeda dengan membaca. Membaca, dalam bahasa arab adalah قرأ atau yang sering kita sebut qira'atul qur'an. Artinya jelas berbeda dengan tadarus. Dengan tadarus atau mempelajari al-qur'an, kita aka paham maksud dari tiap ayat.

Dari pemahaman itu, yang akan muncul adalah rasa cinta yang mendalam. Rasa cinta yang tak muncul tiba-tiba, tetapi hadir karena mau belajar (tadarus) dan semakin memahami. Belajar hidup dan mati adalah 'magnet' dalam beragama. Mencintai agama, berarti merasakanNya.

Sleman,
5 September 2015
Pukul 23.54 WIB
Di kamar 111 yang lampunya sudah sejak tadi padam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...