Langsung ke konten utama

Soal Peran Agar Tak Berantakan.

Saat menuliskan ini, tepat pukul 01.00 WIB, seperti biasa saya sedang melakukan ritual #SelfTalk . Iya, ritual ngobrol dengan diri sendiri sebelum saya tidur. Soal apa yang terjadi hari ini, adakah niat yang tak sejalan dengan perjuangan, dan lainnya.

Selama hidup, kita tidak pernah mampu benar-benar lepas dari perbandingan. Mulai dari perbandingan keberuntungan hingga perbandingan peran. Yang terjadi kemudian adalah pertanyaan yang sebetulnya cuma bertujuan membandingkan saja. Sudah, sampai situ saja...


Sejam yang lalu saya membaca tulisan Dr. Emeraldy Chatra di sini . Seorang ilmuan dari Indonesia yang kalau kita Googling namanya, yang kemudian keluar adalah
profilnya di banyak perguruan tinggi, buku karangannya, dan hasil penelitian. Dalam tulisannya, secara jelas beliau membahas soal Scopus dan langkah ilmuan Indonesia dalam berkontribusi yang kemudian seringkali tergantikan dengan niat publikasi internasional. Sudah, sampai situ saja. Padahal hakikat ilmuan itu mencari untuk dibagi. Parameter terbesarnya justru bukan soal seberapa banyak jurnal yang terlah terpublikasi, tapi sekeras apa usaha untuk berkontribusi. Memikirkan agar penelitian dapat meningkatkan kualitas manusia di bangsanya, bukan sekadar dapat meningkatkan kapasitas dan pencapaian individu.

Sembilan jam lalu, saya bertemu beberapa teman yang belum lama ini dinyatakan lolos seleksi beasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri. Saya ingat betul, beberapa bulan lalu, saya bertemu salah satu di antara mereka. Kala itu kondisinya ia sedang galau dan down karena skor IELTSnya belum terpenuhi. Ia makin down ketika bercerita bagaimana ia melihat teman-teman seangkatannya yang sudah mulai menikmati hidupnya, sudah mulai sekolah dengan full beasiswa, dan lainnya. Puncaknya, kala itu dia bilang begini pada saya,
"Kamu nggak lama lagi akan lulus S2, ya? Hmm, dan aku belum mulai ngapa-ngapain."
Dan, hari ini, saya melihat dia membagi pengalamannya memperjuangkan beasiswa dengan begitu senang. Kemudian saya yang giliran berpikir, "Gila ya, mereka. Setangguh itu. Lalu aku ini apa?"

Persis yang saya bilang di awal. Semua itu begitu mudah terpikir karena satu hal: perbandingan.

Bicara soal ilmu, dalam Islam, salah satu dari amalan yang takkan pernah terputus pahalanya walau kita meninggal, adalah ilmu yang bermanfaat. Iya, ilmu yang kita manfaatkan dan bermanfaat untuk orang lain. Artinya ada aktifitas membagikan hal yang selama ini kita cari dan perjuangkan (ilmu).

Lagi-lagi, saya kemudian tersadar bahwa apa yang kita perjuangkan sesungguhnya soal di mana kita ingin ambil bagian, berperan. Bukan sekadar di mana kita berpijak, apa pencapaian kita, dan lainnya. Sekali lagi, kita juga tidak dapat menutup mata dengan segala upaya meningkatkan kapasitas diri dan kemudian menganggap ilmu sebagai jembatan kepuasan. Bagi saya, dan semoga kita semua, ilmu tidak seperti itu.

Makin tinggi langkah yang kita dedikasikan untuk ilmu, bukan berarti akan juga mendorong kita untuk lebih seenaknya memosisikan diri. Memikirkan mana yang mau menerima kita, mana yang harus kita kejar duluan, dan lainnya.

Dibalik itu, ada tanggungjawab soal hak manusia untuk berilmu. Semua manusia. Maka bila kita hanya bicara soal pencapaian tanpa tekad berbagi pada saudara sebangsa, posisi ilmu tidak akan berbeda dengan pekerjaan. Dilakukan untuk mendapatkan. Bukan dilakukan untuk membagikan.

Pada prinsipnya ini bukan lagi soal di mana kita memilih berjuang, bukan pula soal perbandingan siapa yang lebih hebat hingga apa parameter kehebatan itu sendiri, tapi di mana kita mau mengambil peran dan memastikan bahwa tiap langkah yang kita pilih dan mulai jalani akan lebih mendekatkan kita pada kontribusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

We Have "Luar Binasa" Behind The "Luar Biasa"

K ita mungkin tidak asing dengan istilah ‘luar biasa’. Luar biasa adalah ungkapan ketika kita takjub melihat sesuatu, baik ciptaan Allah, maupun ciptaan manusia. Kata ‘luar biasa’ sering diplesetkan dengan ‘luar binasa’. Nah, mari kita belajar dari ‘luar binasa’. Tanpa kita sadari, istilah ‘luar binasa’ bisa kita jadikan sebagai suatu hal yang dapat membuat kita lebih semangat dalam menjalani segala macam tantangan hidup. Mengapa demikian? Kata binasa sendiri mempunyai arti hilang, mati atau gugur. Mungkin memang tidak ada kedekatan arti antara ‘biasa’ dan ‘binasa’ meskipun mereka mempunyai struktur kata yang mirip jika diucapkan. Orang mengucapkan kata ‘luar biasa’ saat takjub mungkin karena hal yang menakjubkan tersebut memang keluar dari hal yang biasa dilihat. Misalkan ketika melihat seorang perempuan yang cantik, para pria tidak jarang berkata, “cantiknya luar biasa”. Kita tentu masih begitu ingat dengan kehebatan para pelajar SMK yang berhasil membuat sebua...

I'm Back!

Shock berat pas ngecek tanggal tulisan terakhir di blog. 19 Juli 2018. Udah hampir 2 tahun. Gimana saya bisa selama ini ninggalin blog? Salah satunya ya karena..., lupa bayar domain dan nggak tahu cara balikinnya. LOL~ Baiklah, ini konyol tapi ya sudah. Begitulah kenyataannya. 😴 Apa kabar kalian? Semoga baik, ya. Tetep betah di rumah karena sekarang masih bahaya corona. Ya ya, pasti kalian bosen denger nama penyakit itu. But , kita memang harus lawan. Lantas, bagaimana kabar saya? Hmmm, saya baik dan sudah setahun lebih menikah. Hehehe~ Yup, 10 Februari 2019 saya menikah dengan lelaki yang saya cintai, Ahmad Zaini Aziz. Apakah pernikahan selalu menyenangkan seperti yang saya bayangkan? Sejujurnya, saya sih nggak pernah membayangkan bahwa menikah itu akan selalu menyenangkan. Saya sangat paham bahwa menikah itu soal ibadah dan belajar yang akan bikin kita bahagia. Bukan sekadar senang. Bahagia itu, ya, ternyata bukan hanya soal kumpulan hal menyenangkan. Ketika...

Ternyata Hidup Itu Bukan Puzzle, Tapi Hidup Butuh Banyak Puzzle

Selama ini saya mengira bahwa hidup itu ibarat sebuah puzzle yang harus dirangkai bagian-bagiannya. Pemahaman itu jadi berubah ketika hari ini saya mendengarkan materi tentang transformasi diri. Ternyata, ada banyak puzzle yang harus dirangkai selama hidup berjalan. Bisa jadi kita punya enam puzzle , dan semuanya harua dirangkai perlahan tanpa ada yang bolong. Sepanjang mendengarkan materi, sejujurnya saya sambil merefleksi diri. Bertanya lagi, sebetulnya lingkaran suksea yang mau diraih itu apa, sih? Kenapa itu penting bagi saya? Apa dampak yang ingin saya bagikan pada orang lain dan terasa juga untuk diri saya? Pertanyaan-pertanyaan itu jadi membawa saya untuk menyusun dan mengukur lagi deep structure dan surface structure . Ini bukan soal seberapa saya mau menggapainya, tapi justru menentukan sejauh apa saya mau berupaya mengumpulkan satu persatu bagian yang harus dijalani sampai menemukan hasil. Jika bagian-bagian dari surface dan deep structure masih belum terlengkapi, menurut ...